Manfaat Pemetaan Potensi Lahan terhadap Operasional Budidaya Pertanian

Potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah dapat dilihat dari potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada. Secara geografis, setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memiliki potensi yang berbeda pula, hal ini didukung oleh kondisi lahan dan kondisi iklim tropis yang berbeda pada setiap wilayahnya.

Pada daerah tropis, umumnya memiliki radiasi rendah pada musim penghujan dan tinggi pada musim kemarau. Oldeman, 1975 ( dalam Rintung et al, 2007) mengelompokkan kondisi ini menjadi 2 wilayah yakni bulan basah dan bulan kering. Bulan basah adalah bulan yang memiliki curah hujan > 200 mm, sedangkan bulan kering adalah bulan yang memiliki curah hujan < 100 mm. Kriteria ini dapat digunakan untuk tanaman pangan, terutama padi. Melalui kondisi wilayah ini, maka diperlukan pemetaan untuk membantu pemerintah dalam menentukan arah pembangunan yang sesuai dengan potensi setiap wilayah (Andrean, Anton, & Nursalam, 2017) . Manfaat pemetaan lahan:

  1. Untuk menentukan potensi lahan yang dimiliki oleh suatu wilayah dalam bidang pertanian untuk keberhasilan operasional budidaya pertanian dalam wilayah tersebut. Keberhasilan budidaya pertanian dapat dilihat dari meningkatnya produktivitas tanaman yang salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan dan pemanfaatan lahan (Akbar, Budiraharjo, & Mukson, 2017) . Lahan yang dimanfaatkan untuk area persawahan diklasifikasikan menjadi 4 kelas yakni S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai bersyarat), S3 (sesuai marjinal), S (sesuai) dan N (tidak sesuai). Penentuan kesesuaian lahan ini ditentukan oleh tingkat keasaman (pH), kedalaman tanah, tekstur, elevasi (ketinggian), drainase, dan keadaan banjir serta genangan (Zulfikar, Barus, & Sutandi, 2013) .
  2. untuk memberikan informasi dalam bentuk spasial yang berkaitan dengan luas, kepemilikan, dan kondisi lahan pertanian yang dipengaruhi oleh kesuburan tanah baik sifat kimia, fisika dan biologi (Santoso et.al, 2020) . Sifat kimia tanah tersebut meliputi kandungan unsur utama seperti Nitrogen (N) dan Fosfor (P), tingkat kemasaman (pH), kapasitas tukar kation (KTK), kandungan bahan organik (C/N), kation basa (K, Ca, Mg, Na) dan kandungan asam organik (Jumin (1998) dalam Syofiani, Putri, & Karjunita, (2020)) . Sedangkan pada sifat fisika tanah meliputi stuktur, tekstur, kepadatan, porositas, aerasi, kekuatan, suhu dan warna tanah. Oleh karena itu, tanah harus memiliki aerasi yang baik agar pertukaran oksigen dan karbon dioksida melalui pori-pori tanah dapat terjadi dengan optimal. Kesuburan tanah juga dapat dilihat dari sifat biologi tanah yang meliputi ketersediaan bahan organik seperti akar tanaman, fauna makro dan meso, protista, fungi dan monera. Ketersediaan bahan organik dapat memengaruhi pembentukan struktur tanah, meningkatkan kemampuan memegang air, dan menambahkan unsur hara dalam tanah baik makro maupun mikro. Sehubungan dengan sifat-sifat tanah tersebut, maka kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menyediakan air, udara dan unsur hara yang seimbang bagi pertumbuhan tanaman.
  3. Untuk memperoleh informasi mengenai daerah yang memiliki kesuburan tanah yang baik dalam mendukung kegiatan budidaya tanaman (Utomo et al., 2016) . Informasi hasil pemetaan lahan dapat digunakan oleh petani, kelompok tani, dan pemerintah selaku pemangku kebijakan untuk mengetahui potensi pertanian daerah seperti ketersediaan lahan pertanian, adanya sektor perkebunan, hortikultura dan pertanian tanaman pangan, ketersediaan sumber daya manusia pertanian, dan adanya kegiatan kelompok tani yang aktif, serta untuk meningkatkan optimalisasi pemanfaatan investasi infrastruktur pertanian serta pengembangan kawasan pertanian guna mewujudkan revitalisasi pertanian. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi terwujudnya revitalisasi pertanian menurut Saptana, Iqbal, & Ar- Rozi, (2013) yakni skala luasan lahan pertanian pangan (lahan sawah) yang akan dilindungi, jenis lahan sawah yang diprioritaskan untuk dilindungi, infrastruktur pendukung yang diperlukan berupa irigasi, jalan produksi, jalan usahatani, dan pemasaran, dukungan teknologi seperti benih, budidaya, serta panen dan pasca panen, sumber daya manusia yang memiliki keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial, dukungan kelembagaan di tingkat lokalita (kelompok tani, gapoktan, Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), desa/aparat Nagari), dukungan pembiayaan dari APBN, APBD maupun sumber dana lainnya, instansi atau dinas teknis yang akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan sinergi antara dinas dan kelompok tani.

Keberhasilan operasional budidaya pertanian tidak terlepas dari penggunaan lahan dalam wilayah tersebut. Menurut Nugrahaningsih & Darmawan (2015) , penggunaan lahan suatu wilayah dibedakan menjadi dua yakni lahan basah dan lahan kering.

  1. Lahan basah merupakan lahan yang tergenang oleh air, memiliki tanah gambut dan perairan alami maupun buatan manusia. Secara umum lahan basah dapat diklasifikasikan sebagai rawa hutan mangrove, danau, sungai, sawah dan tambak (ikan dan garam).
  2. Lahan kering merupakan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air dalam setahun atau sepanjang waktu. Lahan kering memiliki potensi besar dalam pengembangan pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman tahunan/perkebunan. Oleh karena itu persebaran penggunaan lahan dalam suatu wilayah sangat penting untuk diketahui, sehingga untuk memudahkan dalam mengetahui persebaran penggunaan lahan tersebut dapat menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG).

sistem informasi geografis merupakan sebuah sistem informasi sumber daya lahan yang terintegrasi oleh komputer meliputi seperangkat prosedur yang berkaitan dengan penyimpanan, pengolahan dan penyajian data (Rahmawati, Saputra, & Sugiharto, 2013) . Data grafis atau spasial digunakan untuk memvisualisasikan keadaan permukaan bumi yang memiliki acuan seperti koordinat pada peta, citra satelait, dan foto keadaan udara. Sedangkan data atribut merupakan data yang diperoleh dari data statistik, catatan dari survei, dan keterangan-keterangan lain yang berkaitan dengan sistem informasi geografis (Santoso & Nasir, 2021) . Sistem Informasi Geografis juga berguna dalam membantu kegiatan budidaya pertanian dalam suatu wilayah. Hal ini dikarenakan SIG dapat menampilkan informasi mengenai hasil komoditas pertanian, iklim, curah hujan, serta jenis tanaman yang cocok di tanam di suatu wilayah, sehingga berguna bagi Dinas Pertanian dalam pembuatan laporan, penyimpanan data tahunan, merencanakan anggaran, dan memantau hasil produksi dan perluasan lokasi pertanian di setiap kecamatan. Informasi ini juga sebagai media penyebaran informasi yang berguna untuk membantu masyarakat dan menarik minat para pengusaha maupun investor untuk membantu para petani dan mengembangkan kawasan pertanian di suatu wilayah (Khoirunnisa & Kurniawan, 2019) . Selain itu, Santoso & Nasir (2021) menambahkan bahwa sistem informasi geografis juga dapat menampilkan jenis lahan pertanian, letak lahan, dan luas lahan pertanian setiap wilayah. Dengan informasi yang ditampilkan dalam sistem informasi geografis (GIS), akan memudahkan dalam mengetahui potensi lahan dalam suatu wilayah serta penggunaan sarana dan prasarana produksi yang tepat untuk operasional budidaya pertanian dalam suatu wilayah. Sarana dan prasarana produksi tersebut meliputi benih, bibit, makanan ternak, pupuk , obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga kredit serta bahan bakar (Maulidah, 2012). Menurut Aji, Satria, & Hariono (2014) , diperlukan sarana produksi seperti pembuatan bendungan, dam, jaringan irigasi, dan embung. Bantuan penambahan mesin perontok/penggiling padi (power thresher) dan mesin pengolah tanah (tractor), serta kemudahan dalam akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi, serta penguatan kelembagaan petani.